ďata sidney martabetoto: MK tegaskan orang tua kandung yang ambil paksa anak bisa dipidana
fire-investigators.org - Headline Terkini | Informasi Terbaru dari Berbagai Sektor: 2024-10-31 21:34:48 Penulis: ďata sidney martabetoto: MK tegaskan orang tua kandung yang ambil paksa anak bisa dipidana Komentar
ďata sidney martabetoto MK tegaskan orang tua kandung yang ambil paksa anak bisa dipidanaKamis, 26 September 2024 15:40 WIBT
jam bukaan sydney spgtoto 。
MK tegaskan orang tua kandung yang ambil paksa anak bisa dipidana
- Kamis,ďata sidney martabetoto 26 September 2024 15:40 WIB
“Jika pengambilan anak oleh orang tua kandung yang tidak memiliki hak asuh atas putusan pengadilan, dilakukan dengan tanpa sepengetahuan dan seizin dari orang tua pemegang hak asuh, terlebih dilakukan dengan disertai paksaan atau ancaman paksaan, makJakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa orang tua kandung yang mengambil anak secara paksa tanpa hak atau izin dapat dipidana, sebab tindakan tersebut termasuk dalam Pasal 330 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penegasan itu disampaikan Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Nomor 140/PUU-XXI/2023. Perkara tersebut terkait uji materi Pasal 330 ayat (1) KUHP yang dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum.
“Jika pengambilan anak oleh orang tua kandung yang tidak memiliki hak asuh atas putusan pengadilan, dilakukan dengan tanpa sepengetahuan dan seizin dari orang tua pemegang hak asuh, terlebih dilakukan dengan disertai paksaan atau ancaman paksaan, maka tindakan tersebut dapat dikategorikan melanggar Pasal 330 ayat (1) KUHP,” ucap Arief di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Perkara uji materi ini dimohonkan oleh lima orang ibu, yakni Aelyn Hakim, Shelvia, Nur, Angelia Susanto, dan Roshan Kaish Sadaranggani. Para pemohon mempersoalkan frasa “barang siapa” dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP.
Menurut para pemohon, berdasarkan pengalaman pribadi mereka, frasa “barang siapa” pada pasal dimaksud berpotensi ditafsirkan bahwa ayah atau ibu kandung dari anak tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tuduhan menculik anak kandung sendiri.
Kelima pemohon merupakan ibu yang bercerai dan memiliki hak asuh anak berdasarkan putusan pengadilan. Namun, mereka tidak lagi dapat bertemu dengan buah hatinya karena sang ayah diduga membawa kabur anak.
Ketika para pemohon melaporkan perbuatan mantan suami ke kepolisian dengan menggunakan Pasal 330 ayat (1) KUHP, laporan mereka tidak diterima ataupun tidak menunjukkan perkembangan dengan alasan yang membawa kabur anak adalah ayah kandungnya sendiri.
Berdasarkan hal itu, para pemohon meminta kepada MK agar frasa “barang siapa” dalam Pasal 330 ayat (1) KUHP diganti menjadi “setiap orang tanpa terkecuali ayah atau ibu kandung dari anak”.
Terkait hal ini, Mahkamah menjelaskan, frasa “barang siapa” dalam pasal diuji merupakan padanan kata dari bahasa Belanda “hij die” yang merujuk kepada siapa saja atau orang yang melakukan perbuatan diancam pidana. Artinya, frasa tersebut mengandung makna “setiap orang”.
“Dengan demikian, dalam konteks Pasal 330 ayat (1) KUHP, frasa 'barang siapa' dengan sendirinya juga telah mencakup ayah atau ibu kandung anak karena kata tersebut memang mengandung makna setiap orang,” ucap Arief.
Menurut MK, dalam menerapkan Pasal 330 ayat (1) KUHP, harus terdapat bukti bahwa kehendak untuk mengambil anak tanpa seizin orang tua pemegang hak asuh benar-benar datang dari pelaku, termasuk jika pelakunya adalah orang tua kandung anak.
“Seharusnya tidak ada keraguan bagi penegak hukum, khususnya penyidik Polri untuk menerima setiap laporan berkenaan penerapan Pasal 330 ayat (1) KUHP, dikarenakan unsur barang siapa yang secara otomatis dimaksudkan adalah setiap orang atau siapa saja tanpa terkecuali, termasuk dalam hal ini adalah orang tua kandung anak,” kata Arief.
Lebih lanjut, MK menilai, Pasal 330 ayat (1) KUHP merupakan ketentuan yang telah diatur secara jelas dan tegas, sehingga ketentuan dimaksud tidak perlu diberikan atau ditambahkan makna lain.
Menurut Mahkamah, menambahkan pemaknaan baru terhadap Pasal 330 ayat (1) KUHP, termasuk seperti yang dimohonkan para pemohon, justru akan memosisikan norma pasal menjadi berbeda sendiri atau anomali di antara semua norma dalam KUHP yang menggunakan frasa “barang siapa”.
Oleh karena itu, MK menyatakan dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Dengan demikian, MK menolak permohonan tersebut.
“Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan.
Namun, Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Menurut Guntur, Mahkamah seharusnya dapat mengabulkan sebagian permohonan para pemohon karena pada faktanya, norma Pasal 330 ayat (1) KUHP telah menimbulkan kegamangan penafsiran dari penegak hukum.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024
Artikel Terkait
Presiden Jokowi hadiri pelantikan anggota MPR, DPR, DPD RI 2024
Presiden Jokowi hadiri pelantikan anggota MPR, DPR, DPD RI 2024-2029Selasa, 1 Oktober 2024 10:01 WIB2024-10-31Persita Tangerang tunjuk Fabio Lefundes sebagai pelatih anyar
Liga 1 IndonesiaPersita Tangerang tunjuk Fabio Lefundes sebagai pelatih anyarKamis, 4 Juli 2024 03:02024-10-31Bali United incar striker asing
Liga 1 IndonesiaBali United incar striker asingJumat, 5 Juli 2024 19:47 WIBPelatih Kepala Bali Unite2024-10-31Pelatih Persebaya buka opsi tambah bek asing baru
Liga 1 IndonesiaPelatih Persebaya buka opsi tambah bek asing baruSelasa, 9 Juli 2024 20:44 WIBPelati2024-10-31Kemenhan: Dukungan ke PT DI berkontribusi pada kemajuan industri
Kemenhan: Dukungan ke PT DI berkontribusi pada kemajuan industriJumat, 27 September 2024 21:43 WIBKe2024-10-31Persija Jakarta pinjamkan Sandi Samosir ke Madura United
Liga 1 IndonesiaPersija Jakarta pinjamkan Sandi Samosir ke Madura UnitedRabu, 10 Juli 2024 16:10 WIB2024-10-31
Komentar